Sedikit Catatan tentang Sesi Akustik Cause di Taman Kencana

“Duuh.. hujan euy, mendingan icing di imah, sare.”

Kalimat diatas sudah terbiasa saya dengar dari mulut orang-orang disekitar ketika hujan datang dan kondisi mengharuskan mereka keluar rumah. Tidak terkecuali pada hari Minggu (10/2) lalu, ketika mengajak beberapa orang teman untuk datang menghadiri perhelatan akustik disebuah taman kota sentra (salah) gaul  anak muda di kawasan Bogor. Saya masih terbaring dan mencoba mengumpulkan ‘nyawa’ yang berceceran diatas kasur ketika mencoba untuk mengajak mereka, balasan SMS yang sangat persuasif untuk tetap diam dirumah membuat saya enggan beranjak, apa lagi kepala ini masih terasa sedikit berat akibat ‘kekacauan’ semalam. Diluar tampaknya hujan masih sedikit malu-malu untuk keluar, tapi saya yakin awan hitam di Bogor bukan lah tipikal ‘goodguy greg’, bahkan bisa masuk ke kategori ‘scumbag steve’ (biasanya hujan di Bogor tidak merata dan sulit ditebak) dan  mungkin mereka sedang bercakap-cakap “Cloud 1 to Cloud2: So Bill, we attack tomorrow….(pause)..I mean it this time”, oke..oke..saya memang terlalu banyak membuka 9gag dan menonton Family Guy, tapi saya rasa itu cocok untuk mendeskripsikan hujan di Bogor (semoga kalian mengerti Jakartans).

Kembali ke bahasan awal tentang kredo “Orang Bogor malas keluar rumah jika hujan”, saya tampaknya harus membuktikan bahwa pernyataan tersebut salah dan bergegas bangun untuk selanjutnya menuju Taman Kencana membonceng motor. Singkat cerita tepat pukul 4 sore saya tiba disana, jarak rumah memang kebetulan lumayan dekat dan hanya terpaut sekitar satu Kilometer saja. Suasana didalam Taman masih sangat sepi, hanya beberapa orang saja yang berseliweran dan duduk-duduk, mungkin mereka sama dengan saya, menunggu. Dari kejauhan tampak beberapa orang yang wajahnya saya kenal sedang berada di sebuah warung mie ayam yang terkenal enak di Taman Kencana. Ketika mendekat tampaklah beberapa personil Cause dan kru mereka, personil Video Van Volta, beberapa orang teman, dan bahkan seorang teman bersama pasangannya yang baru saja menikah tadi pagi! Setelah sedikit mengobrol dengan beberapa orang dan meminta maaf tidak datang ke pernikahannya karena…terlambat bangun, akhirnya saya kembali menuju Taman Kencana untuk membantu duo Video Van Volta mempersiapkan alat dokumentasi. Tampak muka-muka ‘nunggu’ yang sedari tadi duduk sedikit sumringah ketika kami men-set peralatan dan beberapa personil Cause mendekat.

Setelah hampir 30 menit menunggu, perhelatan bertajuk “Cause Afternoon Acoustic” itu pun dimulai dengan memasang nama The Dramma sebagai pembuka. Saya yang sedikit kebingungan kemudian bertanya kepada teman-teman disekitar tentang band ini, dan mereka hanya menggeleng, sama tidak tahunya dengan saya. Saya baru ingat pernah menonton band ini beberapa waktu lalu ketika mereka sudah memulai set-nya, ada satu hal yang saya ingat dari band ini, attitude panggung dan cara bernyanyi mereka. Walaupun mereka menyebut musiknya Indie Rock tapi bagi saya musik mereka tak ubahnya seperti Last Child, ‘sebelas-duabelas’ malah, musik pop-punk mediocre dengan ‘bumbu’ pop berlebih serta lirik hmm…cheesy yang bisa membuat ‘dedek-dedek’ Generasi Z histeris, bukan saya. Beberapa menit berikutnya saya habiskan dengan bercanda dan mengobrol dengan teman-teman. Saya tidak terlalu banyak menyimak penampilan The Dramma yang antiklimaks, karena jujur saja tidak terlalu mengugugah selera. Sementara itu, tampak semakin banyak audiens yang datang dan merapatkan diri dengan keramaian.

Upaya Mengukur Relasi dan Pengapresiasian
Selesai dengan The Dramma, audiens yang hadir semakin dibuat tak sabar menunggu empu-nya acara mengambil alih. Sesaat sebelum Cause main, Dely Tambunan (Drum) sempat berpikiran untuk memindahkan tempat mereka perform di area penonton duduk karena melihat banyaknya penonton yang duduk-duduk ketika The Dramma perform, seorang teman sembari tersenyum hanya menimpali “Ah..kalo Cause yang naik nanti juga orang-orang pada ngedeket sendiri kok”. Dan benar saja ketika Randy Asradahnial (Vokal/Gitar), Dito Buditrianto (Gitar/Back.Vocal), Ryan Rifkianda (Bass), Dely Tambunan (Drum), serta Edu Christanto (Keyboard/Gitar) sudah berada di tempatnya, banyak penonton yang bangun untuk mendekat  dan membentuk setengah lingkaran. Melihat mimik serta wajah mereka, tampaknya tak ada yang salah dengan apa yang teman saya katakan tadi.

Setelah menyapa penonton Randy berkata bahwa pertunjukan sederhana ini merupakan sebuah test market untuk mengetahui apresiasi dan sambutan dari pecinta musik di Bogor terhadap mereka sebagai persiapan untuk sebuah event yang lebih besar ke depannya. Bagi Cause, pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau sebagai media yang menjembatani interaksi antara mereka dan penggemarnya merupakan sebuah metode untuk mengukur relasi antara musik dan pendengar, hal remeh yang sering kali luput dari perkiraan para musisi atau band. Bagi penggemar, kedekatan serta keintiman lebih dengan musisi idola merupakan hal yang diidamkan, walaupun memang mengukur seberapa kedekatan serta keintiman yang diinginkan oleh penggemar merupakan hal yang sangat sulit, karena tingkat apresiasi dan depresiasi pada penggemar musik yang tidak mengenal rumus dan alokasi sistematis.

Sebaliknya, teori apresiasi juga tidak hanya dapat dilihat dari sisi penggemar saja, tapi juga dapat diaplikasikan pada musisi, dalam hal ini adalah Cause. Seperti yang saya tulis diatas, gelaran “Afternoon Acoustic” merupakan salah satu cara Cause untuk menjembatani interaksi antara mereka dan penggemarnya yang disadari atau tidak merupakan sebuah upaya pengapresiasian mereka terhadap pendengarnya. Kesadaran akan apresiasi bagi para penggemar dan pendengar musik menciptakan sebuah kondisi yang semakin memperkuat engagement. Wajah-wajah antusias, bersemangat, ceria, dan tak memperdulikan cuaca merupakan buah dari relasi yang telah mereka bangun dengan penggemar. Sebagai salah satu penonton yang hadir disana, saya merasakan atmosfir hangat yang terbangun dari kedekatan antara Cause dengan penonton tanpa melupakan privasi dari si musisi itu sendiri. Orang-orang berkelompok, wajah-wajah lama dan wajah-wajah baru di skena yang saling membaur, cuaca yang seakan mencoba menerjemahkan tiap bait lirik dari lagu-lagu Cause, menjadikan sebuah pengalaman yang saya yakin tidak hanya dapat dirasakan oleh penonton tapi juga bagi musisi, pengukuhan yang menempatkan musik sebagai interaksi dua arah yang seimbang dan menciptakan pengalaman bersama.

Saya sudah tidak mengingat lagi kredo tentang orang Bogor dan hujan ketika Cause memulai set-nya, sebagian dari debut album “Dialog” dan kesemua track di mini album “B-Sides and Other Stuff”, serta penambahan satu buah lagu yang akan termakhtub di rilisan baru mereka nanti. Secara visual saya kembali mengingat ilustrasi yang dibuat oleh Bebe Wahyu untuk “B-Sides and Other Stuff” sembari berkelakar bahwa ia menunaikan tugas layaknya cenayang yang dapat memperkirakan masa depan, siapa sangka jika apa yang ia ilustrasikan kemudian hampir mirip dengan penataan letak pada “Afternoon Acoustic” ini, ia yang sedari awal berada disamping saya hanya tersenyum datar.

Tidak ada lagi perasaan meluapkan emosi dengan berteriak mengikuti alunan lirik yang Randy Asradahnial lontarkan, semua yang hadir hanya mengangguk menikmati sambil sesekali bersenandung dan bernyanyi pada beberapa part yang dikomandoi. Bukan dalam pengertian monoton, akan tetapi para penonton yang datang mencoba untuk menciptakan nuansa yang sama dengan tema dan tiap lagu yang dibawakan. Sebuah sesi sore hari yang hampir tanpa cela, jika saja sesi pertama tidak terlalu lama dan menurunkan mood akibat waktu yang seakan terbuang percuma. Cause seharusnya dapat lebih jeli menangkap kesan bahwa interval waktu yang mereka agungkan bukanlah malam, tapi sore hari yang berawan.

BCvpFMMCUAE5TNt

Foto oleh: @intansapri
Audio direkam oleh: @videovanvolta

Comments
3 Responses to “Sedikit Catatan tentang Sesi Akustik Cause di Taman Kencana”
  1. Ricky Herdiansyah says:

    Nice one, Hu..

Leave a comment