Interview: Eyeliner – Sang Utusan Bermaskara

Eyeliner merupakan band asal Bogor yang terbilang sudah cukup lama malang melintang di skena musik independen Bogor. Mereka menyebut musik yang dimainkannya Spiritual Electronic, perpaduan antara musik Darkwave/Synth Rock dengan lirik yang bertemakan hubungan antara manusia dan Tuhan dari sisi non-religius. Pada gelaran Fusion Music Festival hari ke-2, saya berkesempatan mewawancarai band yang telah wara-wiri sejak tahun 1998 ini di backstage selepas mereka perform. Masih mengenakan setelan hitam-hitamnya sambil sesekali menghisap rokok, Do (Vokal) dan Levi (Sampler/Synth) mengobrol santai tentang kehilangan, atheisme, acara musik di televisi, sampai soal Walikota Bogor yang menikah lagi.
Kenapa hanya tampil berdua? Kemana Age dan Kocha?
Kejadiannya sangat cepat dan kalau gue ceritakan bikin gue sedih, Eyeliner sekarang memang hanya berdua. Age dan kocha sekarang memprioritaskan hidupnya kepada kesibukan mereka masing-masing. Semuanya punya keputusan masing-masing, dan kita sangat menghargai keputusan mereka berdua untukmengundurkan diri dari Eyeliner. Memang sulit untuk mencari pengganti, jadi kini kami memakai additionalsambil tetap Eyeliner berjalan.

Dengan mundurnya Age dan Kocha, apakah akan merubah karakter musik dari Eyeliner secara signifikan?
Do: Kami berdua berusaha untuk tetap konsisten dengan karakteristik musik Eyeliner yang sekarang. Walaupun kami memang tidak bisa memungkiri bahwa pasti akan ada perubahan, karena Eyeliner dibentuk oleh empat orang yang memiliki karakter musik yang berbeda-beda, dengan mundurnya dua orang lalu digantikan pasti akan membawa perubahan yang cukup signifikan, cepat maupun lambat, tapi untuk sekarang Eyeliner akan tetap seperti ini.

Kalian menyebut musik yang kalian mainkan Spiritual Electronic, apa yang mendasari pelabelan tersebut?
Do: Hampir semua lagu yang kami buat berdasarkan pengalaman pribadi ke arah spiritual, tapi kami masih belum bisa menyebutkan genre yang tepat untuk Eyeliner. Kami membiarkan pendengar untuk menyebut musik kami seperti apa dan lebih concern untuk membuat musik dibandingkan berdebat soal pelabelan genre yang kami mainkan.
Levi: Sebenarnya akar musik dari Eyeliner lebih condong ke electronic dan post industrial. Walaupun gue sendiri juga bingung menyebut musik kami apa, hahahaha. Ya seperti yang Do bilang tadi, kami lebih concern untuk membuat musik dibandingkan harus meribetkan diri dengan pelabelan genre.

Eyeliner dikenal gelap dari segi penulisan lirik dan kerap menuliskan gaya bahasa sarkasme, insprasi apa yang melintas ketika kalian menulis lirik?
Do: Kalau gue lebih melihat dari pengalaman orang lain lalu diterjemahkan dari sudut pandang pribadi. Gue melihat dari sudut pandang gue kenapa orang berpikir hubungan antar manusia itu tidak terlalu penting, dan lebih mementingkan hubungan vertikal atau sebaliknya. Permasalahan itu yang muncul dan gue terjemahkan dengan beberapa penggunaan gaya bahasa sarkasme. Seperti di lagu “Sang Utusan”, itu merupakan ungkapan kebencian gue terhadap orang yang bertopeng dan menganggap dirinya baik dimata Tuhan padahal sebenarnya secara tidak langsung mereka mengikuti dan menjadikan diri mereka sendiri sebagai budak dari paham-paham yang mereka lawan, menjadi bagian dari apa yang mereka lawan.

Ada beberapa orang yang mencap Eyeliner sebagai band atheist karena membaca lirik yang kalian tulis di lagu “Sang Utusan”, bagaiman tanggapan kalian?
Do: Bebas…hahahahaha..
Levi: Berarti mereka tidak membaca liriknya secara keseluruhan
Do: Kalau mereka baca semua lirik Eyeliner kayaknya mereka bakal jadi atheist beneran, hahahaha. Gue tidak menyalahkan mereka, karena itu kembali lagi persepsi dari masing-masing individu yang mendengarkan dan membaca lirik kami. Jika mereka masih menganggap kami atheist berarti ada yang salah dengan mereka, dan masih tugas kami untuk meluruskan apa yang telah kami sampaikan melalui lirik. Yang pasti bagi gue lirik merupakan bentuk kesedihan kami terhadap kehidupan sosial yang ada sekarang.

Pengaruh Placebo sangat besar terhadap kalian, sejauh mana pengaruh tersebut di Eyeliner?
Do: Placebo itu cukup menjadi momok bagi kami, tampilan Brian Molko yang dingin dan cantik pada saat on stage menginspirasi gue untuk mencoba menampilkan kesan androgyny ketika gue perform. Walaupun gue suka Apoptygma Berzerk dan Levi suka Rammstein, tapi karena Placebo lah kami dipersatukan. Outfit dari Placebo yang niat ketika di panggung juga menjadi inspirasi kami untuk menampilan uniqueness tersendiri dengan dress code hitam-hitam. Gue lebih suka pada saat on stage itu niat, baik dari segi outfit maupun musik, fashion itu penting.

Jika kalian disuruh memilih dan mengkurasikan lima band yang cocok untuk tampil di Dahsyat, kalian akan memilih siapa saja?
Levi: Ricky pernah kan ya (Turbo Blip, Red.)
Do: Damn! Gue iri sama Turbo Blip, hahahahaa. Gue bakal milih Koil, terus…
Levi: The Kuda!
Do: Nah iya The Kuda, terus siapa lagi ya? Bibir Merah Berdarah aja deh, haha..haha..
(Semua serentak tertawa)
Do: Yang pasti gue pengen kalau Dahsyat bisa menampilkan satu hari khusus dengan segmen yang mengangkat musisi-musisi arus pinggir, jadi masyarakat luas dapat lebih aware dengan keberadaan kami-kami ini. Dan hal itu  dapat merubah pola pikir kita semua tidak memandang sinis terhadap industri, jika kita diberikan ruang sebenarnya pola pikir tersebut dapat direduksi.

Jika kalian memilki kesempatan untuk memasuki industri, apakah kalian akan menerimanya?
Levi: Selama diberi kesempatan dan ruang berkreasi serta tidak dibatasi untuk berekspresi, kenapa nggak? Toh band-band yang kita suka pun semuanya dari industri.
Do: Dulu gue suka bawain The Smiths, The Cure, Morrissey, waktu gue beli kasetnya itu semua labelnya berasal dari industri besar. Kita mencintai itu, dan gue yakin semua musisi punya mimpi ke arah sana, yang perlu dijadikan perhatian adalah ruang ekspresi untuk musisinya itu sendiri, selama tidak dibatasi kami terima.

Pendapat kalian tentang skena musik Bogor saat ini?
Do: Masa stagnansinya sudah hilang dan kini banyak sekali musik-musk yang sangat ekspresif. Gue sangat menghargai semua jenis musik yang disukai Bogor saat ini maupun nanti.
Levi: Dan lakukan itu dari hati.

Pendapat kalian soal Walikota Bogor yang menikah lagi?
Levi: Hahahahaha..Hak dia itu mah ah..
Do: Gue pribadi tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, karena itu hak dia dan tidak bisa disangkutpautkan dengan profesionalitas dia menjadi Walikota. Kalau itu terlihat mengganggu kinerjanya baru kita kritisi, dan semestinya yang kita kritisi adalah hasil kinernya dia bukan hasil dia nikah berapa kali, gue pikir itu lebih objektif.

Dari beberapa pertanyaan diatas bisa disimpulkan kalian concern terhadap isu sosial, apakah memang Eyeliner diproyeksikan ke arah itu?
Levi: Memang diproyeksikan ke arah sana, apa lagi mengingat latar belakang kami semua yang sempat aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Do: Walaupun keaktifan di LSM tidak lantas bisa dijadikan patokan untuk concern terhadap isu sosial dan gue juga lihat banyak dari musisi di bogor yang memiliki kepedulian sosial dan politik yang tinggi, mereka sangat peka dan itu yang membuat gue mencintai keberadaan musisi-musisi Bogor.

Penampilan Do yang kerap kali terlihat asyik sendiri ketika di panggung apakah karena pengaruh substansi?
Do: Nggak, gue gak menggunakan substansi apapun. Ketika gue di panggung, gue mendapatkan diri sangat ekspresif dan tidak mempedulikan lingkungan sekitar.
Levi: Kesurupan lagu
Do: Hahahahahaha…

Harapan kalian setelah Eyeliner ditinggal oleh Age dan Kocha?
Harapan kami, mereka dapat mengekspersikan diri mereka lebih dari ini dan tetap mendukung Eyeliner.

Ada pesan buat Kawan Kehujanans?
Do: Gue berpesan jika bermain musik, mainkanlah dari hati.
Levi: Rajin sembahyang, jadi anak yang soleh, berguna bagi nusa dan bangsa.
Do: Biar gak dianggap atheist ya?
Levi: Hahahahahaha…intinya kita mesti belajar menahan amarah dan lebih mengutamakan akal sehat dalam hal apapun.

Teks: Gilang Nugraha
Foto: Mikhail Teguh Pribadi

Leave a comment